Jumat, Maret 28, 2014

Internet dan Pengaruhnya Terhadap Partisipasi Politik

         Seiring dengan kemajuan teknologi dari masa ke masa, Internet tentu bukan lagi menjadi hal yang asing bagi warga dunia sekarang ini. Internet akan memiliki banyak manfaat apabila kita juga mampu menggunakannya secara bijak dan tepat. Bagi mereka yang memiliki biaya dan pengetahuan lebih dalam hal mengakses internet, tentu bukanlah menjadi sesuatu yang sulit untuk  menyerap segala informasi dari seluruh dunia sesuai dengan keinginan dan kebutuhan mereka. Hal tersebut terjadi karena manusia kini bukan lagi sebagai pihak yang pasif. Manusia kini lebih aktif dalam memilih media mana yang ingin dia gunakan. Ini dikarenakan pada dasarnya orang akan cenderung memilih dan mengikuti media yang memuaskan kebutuhannya, yang mana kebutuhan tiap orang berbeda tergantung preferensi masing-masing. Keterlibatan masyarakat di dunia maya juga dapat menciptakan komunitas alternatif yang berharga dan berguna untuk menjalin hubungan yang akrab secara fisik yang terletak masyarakat kita (Pool, 1983; Rheingold, 1993). Hal ini juga membuat kemampuan untuk berbagi informasi sangat meningkat yang merupakan faktor penting dalam pembentukan masyarakat.

    Kemudahan akses melalui internet yang merupakan teknologi media baru ini memang memiliki karakteristik interaktif dengan kecepatan penyebaran arus informasi yang ada. Namun efek negatif yang dihasilkan akan hal tersebut adalah membludaknya informasi yang tersedia sehingga membuat masyarakat yang mengaksesnya terkadang malah malas menyaring informasi yang ada sehingga mereka terkesan menjadi pihak yang pasif dalam situasi ini.
         Berbicara mengenai hal tersebut, kita bisa intip kondisi serupa dalam konteks masyarakat Indonesia. Di Indonesia masyarakatnya termasuk dalam active internet user. Masyarakat Indonesia sudah cukup terbuka akan teknologi dan media baru yang terkadang malah menjadi sasaran empuk bagi produsen teknologi sebagai destinasi pemasaran mereka. Namun hal tersebut bukan yang akan menjadi pokok bahasan dalam esai ini. Suasana di Indonesia kini sedang hangat dengan berbagai berita dan Isu menjelang Pemilu 2014 yang mulai dilaksanakan pada tanggal 9 April mendatang. Terkait dengan hal tersebut yang menjadi pertanyaan apakah masyarakat Indonesia yang kini mulai melek teknologi baru dengan segala pengetahuan yang dimilikinya akan hal tersebut, juga melek terhadap demokrasi dan mampu berpartisipasi dalam hal politik?
      Bila dilihat dari kondisi di Indonesia saat ini kegiatan politik memang mulai merambah dunia online. Seolah menjadi hal wajib, segala macam kegiatan di dunia nyata biasanya juga diperkuat dengan penyebaran informasi di dunia virtual untuk membantu menguatkan efek dan mempengaruhi pembaca akan kegiatan tersebut. Partisipasi politik online di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan memang meningkat pesat. Hal ini tentu didorong dengan semakin meningkatnya penggunaan internet, dengan biaya data serta perangkat yang terjangkau bagi masyarakat. Disamping itu, penggunaan sosial  media seperti Facebook, Twitter, YouTube dan Blog, juga turut andil  dalam meningkatkan peran partisipasi melalui media baru. Contoh tindakan partisipatif yang dilakukan melalui internet adalah membuat sebuah kelompok politik secara online, menulis dan menyebarkan posting blog tentang isu politik, memposting video yang barkaitan dengan isu politik, dan lain-lain. Namun sebenarnya bagaimanakah pengaruh semua hal tersebut pada masyarakat? 
       Dalam kaitannya dengan implikasi internet terhadap partisipasi politik tersebut saya termasuk dalam golongan pesimistis. Sebagai contoh saja saat adanya pemilihan Presiden BEM suatu kampus, tim sukses calon presiden tertentu akan melakukan kampanye dan promosi melalui berbagai media termasuk media online. Namun dari hasil pengamatan saya, adanya kampanye tersebut dalam kasus ini membentuk 2 macam golongan mahasiswa. Yang pertama adalah golongan yang hanya menyerap sekilas informasi tersebut kemudian melupakannya. Informasi tersebut hanya memberitahu mengenai apa yang terjadi dan menunjukan ‘wajah’ dari calon yang ada dan tidak terlalu memberikan efek yang besar dalam meningkatkan partisipasi politik mahasiswa. Namun di sisi lain, ada yang memiliki antusias penuh sehingga mendorong mereka untuk mengakses informasi yang beredar dari berbagai media yang digunakan. Jadi, terkadang usaha untuk meningkatkan partisipasi politik melalui dunia virtual tidak selamanya dirasa efektif. Kampanye atau usaha yang dilakukan dengan melalui pendekatan secara langsung kepada masyarakat justru memberi dampak yang lebih menjanjikan, karena bagaimanapun juga, komunikasi yang dilakukan secara interpersonal dirasa lebih efektif daripada yang hanya aktif di dunia virtual.
    Ronald E. Rice dan Caroline Haythornthwaite dalam Perspective on Internet Use: Access, Involvement an Interaction (2006) juga mengemukakan banyak kritikus yang cukup pesimis tentang dampak penggunaan internet di masyarakat dalam kaitannya dengan keterlibatan di dunia politik. Orang-orang dapat menggunakan berbagai ragam media yang memungkinkan pengguna justru mengalami kesulitan menilai sejumlah besar informasi yang tersedia. Orang mungkin pada dasarnya harus memperkuat keyakinan mereka sebelum berpartisipasi. Dalam penelitian yang dilakukan Merlyna Lim mengenai sosial media di Indonesia, distribusi weblinks dan lalu lintas (traffic) blogosphere di Indonesia tidak imbang, dalam artian hanya sedikit blogger yang mendapatkan perhatian yang cukup besar. Meskipun ada lebih dari 5 juta blogger Indonesia, hanya memposting sekitar 1,2 juta item baru setiap harinya, namun demikian tidak ada pengaruh politik sebagaimana yang diukur melalui traffic atau hyperlink.
       Dengan data tersebut sepertinya agak ragu dengan peningkatan kualitas demokrasi yang mungkin muncul dalam penggunaan internet di Indonesia. Hal ini sama sekali tidak berkaitan dengan partisipasi politik maupun peningkatan kualitas demokrasi, baik dari segi jenis informasi maupun dampak serta pengaruh politik yang muncul. Pandangan para pengamat yang skeptis juga turut memperkuat argumetasi bahwa media baru belum secara signifikan berkaitan dengan kualitas demokrasi di Indonesia. Kemungkinan menggunakan teknologi untuk meningkatkan demokrasi adalah hal yang keliru. Karakteristik media baru, seperti kecepatan dan interaktif, yang oleh sebagian pengamat yang optimis dipandang sebagai sebuah kekuatan, oleh pengamat pesismistis justru dipandang sebagai kelemahan. Manusia lebih peduli dengan realitas “layar” daripada “fisik”, dan dengan bergantinya realitas real menjadi virtual membuat manusia kurang memperhatikan lingkungan nyata. Atas hal tersebut membuat orang mampu membuat opini dan komentar tentang berbagai macam hal tetapi tak ada seorangpun bersedia terlibat lagsung dalam gerakan atau akitifitas politik real. Terkadang warga negara memiliki harapan-harapan terhadap pemerintah namun lebih suka untuk tidak terlibat dalam aksi politik. Dalam konteks ini, bisa saja publik terjebak kedalam pemberdayaan semu. Dalam pemberdayaan semu, setiap orang mengira opini yang ia lontarkan dan disebarkan seluas- luasnya memiliki dampak bagi kebaikan bersama, padahal cuma mengambang di ruang maya. Ia merasa sudah sangat produktif, padahal yang dikerjakan hanya mengumpulkan informasi, mengomentarinya dan meneruskannya ke orang-orang lain. So, be a “smart people” when you use new media.

DAFTAR PUSTAKA :

Lievrouw,   Leah   A.   &   Sonia   Livingstone.   2006,  Handbook   of   New Media   :   Social   Shaping            and   Social   Consquences   of   ITCs. Chapter    2  :  “Creating     Community                with                      Media    :  History,  Theories   and   Scientific Investigations. London: Sage       Publication      Ltd.              London.

Lievrouw, Leah A. & Sonia Livingstone. 2006, Handbook of New Media : Social Shaping and    Social               Consequences of ITCs. Chapter 4 : Perspective on Internet Use: Access,     Involvement an                         Interaction. London: Sage Publication Ltd. London

Lim, M. 2013. Many Clicks but Little Sticks: Social Media Activism in Indonesia. London: Routledge



1 komentar:

yehudaeastlick mengatakan...

10.9" titanium chords in T.I.R.L.A.
(C). A note is formed that shows the amount of samsung watch 3 titanium points in the columbia titanium pants chords that a titanium hammers person's babylisspro nano titanium spring curling iron point of view and that they hold by this titanium ring

Posting Komentar