Jumat, Oktober 24, 2014

Permasalahan Energi di Indonesia, Solusi Alternatif Penggunaan Energi, serta Langkah Efektif Komunikasi Pembangunan Energi

A.    Pendahuluan
            Kelangkaan bahan bakar minyak, yang salah satunya disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia yang signifikan telah mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat mengatasi masalah energi secara bersama-sama. Semakin tinggi harga bahan bakar minyak untuk rumah tangga justru semakin meresahkan masyarakat. Oleh karena hal tersebut, banyak bermunculan pemikiran untuk mencari berbagai bentuk energi alternatif agar berbagai kebutuhan bahan bakar masyrakat tetap dapat dipenuhi tanpa merusak lingkungan.
            Salah satu isu global yang sering diperbincangkan masyarakat Indonesia dan dunia adalah mengenai krisis energi dan pemanasan global. Krisis energi yang dampaknya langsung bisa dirasakan adalah tingginya harga bahan bakar. Hal ini didorong oleh kenyataan bahwa kebutuhan (konsumen) terhadap bahan bakar semakin meningkat dengan pesat, sementara itu    sumbernya makin berkurang. Sebagai konsenkuensi logis, tanpa bahan baku energi kehidupan ini tidak ada.
            Oleh karenanya kita membutuhkan sumber energi alternatif serta ramah lingkungan yang dapat kita manfaatkan guna mencukupi energi yang semakain menipis, misalnya energi fosil yang diperkirakan beberapa puluh tahun kedepan akan habis. Salah satu alternative yang perlu dimanfaatkan adalah biogas, yang pemanfaatannya masih belum maksimal. Padahal biogas memilki potensi energi yang cukup besar untuk kehidupan, jika kita tahu bagaimana mengelolanya.
            Bagaimanapun juga, lingkungan merupakan faktor esensial dalam kehidupan masyarakat. Baik buruknya kondisi lingkungan memang tergantung dari  bagaimana masyarakat terkait mengelola dan menjaga lingkungan tersebut. Lingkungan yang baik dan nyaman tentu akan membuat masyarakatnya juga nyaman dalam menjalani kehidupannya. Dalam perwujudan energi yang potensial untuk menjadi alternative masyarakat, tentu diperlukan adanya pengelolaan dengan kerjasama antar berbagai pihak. Oleh karena itu, faktor komunikasi tentu menjadi sebuah keharusan yang layak dipertimbangkan secara efektif dan efisien dalam kaitannya mewujudkan berbagai tujuan yang diharapkan oleh berbagai pihak. Tak dapat dipungkiri, untuk mewujudkan proses komunikasi dalam sektor lingkungan seperti ini secara efektif dan efisien memang diperlukan kesungguhan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perlu adanya pengkajian pembahasan terkait dengan pokok permsalahan yang ada pada masyarakat tersebut.

B.     Ruang Lingkup Komunikasi Lingkungan
            Isu lingkungan masih menjadi perbincangan seksi. Bukan hanya karena berkaitan langsung dengan kehidupan manusia, tapi lebih disebabkan semakin meningkatnya permasalahan lingkungan. Mulai bencana alam yang disebabkan faktor lingkungan akibat ulah manusia, hingga perubahan iklim yang tak terkendali.   
            Komunikasi lingkungan menurut Robert Cox dalam (Herutomo, 2013) merupakan media pragmatis dan konstruktif untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai lingkungan. Menyangkut srategi pengemasan pesan dalam media untuk menumbuhkan kesadarn dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Komunikator utama dalam komunikasi lingkungan adalah pemerintah dan organisasi non pemerintah yang punya komitmen terhadap pengelolaan lingkungan. Pada dasarnya komunikasi lingkungan untuk menumbuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam mengelola lingkungan termasuk hutan polanya bersifat dialogis yang lebih banyak terjadi pada komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok. Menurut Wiryono dalam (Herutomo, 2013) pola komunikasi dibentuk untuk mengidentikasi dan mengkategorikan unsur-unsur yang relevan dari suatu proses komunikasi khususnya komunikasi interpersonal. 
            Pola komunikasi adalah representasi dari suatu peristiwa komunikasi yang dapat digunakan untuk melihat unsur-unsur yang terlibat dalam komunikasi. Sedangkan sejauh mana efektivitasnya tergantung bagaimana relevansi antara pola komunikasi yang dipakai dengan kondisi sosial, budaya dan psikologis khalayak. Komunikasi yang efektif menurut Susanto dalam (Herutomo, 2013) dapat dilihat dari prosentase antara khalayak yang dapat dipengaruhi dengan khalayak peserta komunikasi disamping itu efektivitas komunikasi juga dapat diukur dari efek pada khalayak yang berupa kognitif, afektif, konatif dan efek sosial meliputi difusi inovasi, opini publik, akulturasi serta perubahan sosial ekonomi. Komunikasi yang efektif jika terjadi dalam suasana yang menguntungkan, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan pesannya menggugah perhatian dan minat komunikan. Severin dan Tankard dalam (Wiryanto, 1998) berpendapat pola komunikasi dapat membantu merumuskan suatu teori dan menyarankan suatu bentuk relasi. Pola komunikasi mempunyai tiga proses (1) menggambarkan proses komunikasi (2) menunjukkan hubungan visual (3) membantu menemukan dan memperbaiki hambatan komunikasi dan fungsinya dalam (Sendjaya , 1999) mempunyai empat fungsi yaitu (1) pengorganisasian (2) penjelasan (3) heuristic, yang memberikan gambaran mengenai unsur- unsur pokok dari suatu proses atau sistem dan (4) prediksi akibat yang terjadi.
            Secara  empiris aspek   komunikasi lingkungan dan kebijakan lingkungan mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi karena komunikasi lingkungan tidak hanya menginformasikan secara linier ataupun    botton  up mengenai masalah lingkungan tetapi lebih pada sharing informasi lingkungan secara dialogis. Disamping itu fungsi komunikasi lingkungan menyampaikan tuntutan (policy demand) masyarakat dalam pengelolaan lingkungan.
            Dalam lingkup praktis, komunikasi lingkungan ini menyangkut strategi pengemasan pesan dan media untuk mendorong pengetahuan, kesadaran dan partisipasi masyarakat untuk menjaga lingkungan. Di sini, pemerintah maupun organisasi non pemerintah yang concern terhadap masalah lingkungan merupakan komunikator kunci dalam pembuatan kebijakan/ program yang efektif untuk membangun partisipasi publik dalam implementasinya. Bagi komunikator tersebut, penyampaian pesan yang efektif kepada publik tidak cukup hanya melalui iklan dan kampanye di media massa. Memang komunikasi di media massa diakui memiliki pengaruh besar untuk mentranformasikan pengetahuan kepada masyarakat. Namun untuk mencapai tahapan kesadaran dan implementasi masih perlu komunikasi persuasif melalui pendekatan langsung (interpersonal) kepada masyarakat. Misalnya membentuk kelompok-kelompok peduli lingkungan di masyarakat maupun penanaman nilai-nilai pelestarian lingkungan sejak dini (M Badri, 2011).
            Dalam komunikasi lingkungan yang efektif harus dapat memberi harapan atau keinginan yang berorientasi masa kini maupun masa mendatang. Efektivitas forum komunikasi ini terletak pada sifat komunikasi yang dialogis, umpan balik dan komunikatornya mengetahui komunikasinya berhasil atau tidak yang komunikatornya tokoh masyarakat desa hutan yang berfungsi sebagai change agent. Pengaruh change agent cukup besar dalam mengendalikan perilaku masyarakat desa hutan yang kemudian menjadi perilaku yang ajeg akan pentingnya kelestarian lingkungan yang berpengaruh pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat (Herutomo, 2013).

C.    Energi dan Permasalahannya di Indonesia
            Dalam pembahasan ini, lebih berfokus pada sektor energi. Seperti yang kita ketahui, bahwa segala aktivitas yang dilakukan manusia pada dasarnya membutuhkan energi. Di Indonesia energi memiliki dua fungsi, yaitu sebagai pendorong pembangunan dan sebagai sumber devisa. Pertumbuhan ekonomi jelas membutuhkan ketersediaan berbagai sumber daya alam disamping sumber daya manusia. Segala macam bentuk energi entah itu dari bahan bakar minyak ataupun bioenergy akan selalu dibutuhkan oleh manusia dalam aktivitas sehari-hari di kehidupannya. Karena itu, keterbatasan sumber daya energi menjadi penghambat laju pertumbuhan ekonomi,sementara peningkatan produksi minyak bumi akan dapat menambah devisa negara. Hal senada juga diungkapkan oleh Taufik (2006:36) energi yang dihasilkan dari bahan galian sumber daya alam yang ditambang suatu saat akan habis. Maka diperlukan energy lain sebagai pengganti.
Seperti yang kita ketahui krisis energi tengah melanda negeri kita juga negara-negara lain. Krisis energi ini diperkirakan akan terus berlangsung beberapa tahun ke depan jika tidak segera diatasi. Peningkatan permintaan kebutuhan energi, terutama energi lisrik, yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya sumber energi serta permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap negara untuk segera memproduksi energi terbarukan. Disamping itu, adanya pemborosan penggunaan energi di berbagai lapisan masyarakat turut menambah beban dalam daftar pemborosan energy yang ada. Bagaimanapun juga, apabila hal ini dibiarkan terus menerus, Indonesia bisa kehabisan pasokan energi, apalagi energy listrik, energy yang paling vital di dunia ini.
            Berdasarkan fakta yang ada, setelah pulih dari krisis moneter pada tahun 1998, Indonesia mengalami lonjakan hebat dalam konsumsi energi. Dari tahun 2000 hingga tahun 2004 konsumsi energi primer Indonesia meningkat sebesar 5.2 % per tahunnya. Peningkatan ini cukup signifikan apabila dibandingkan dengan peningkatan kebutuhan energi pada tahun 1995 hingga tahun 2000, yakni sebesar 2.9 % pertahun. Dengan keadaan yang seperti ini, diperkirakan kebutuhan listrik indonesia akan terus bertambah sebesar 4.6 % setiap tahunnya, hingga diperkirakan mencapai tiga kali lipat pada tahun 2030.
            Kelangkaan sumber daya dan peningkatan permintaan sumber daya energi di masyarakat bisa menjadi hal yang sulit diselesaikan apabila tidak dipahami secara benar yang berujung menjadi permasalahan yang sangat serius. Hal ini sebenarnya bisa diatasi dengan menggunakan berbagai energy alternative yang sudah banyak dipakai di berbagai negara. Bahkan, negara seperti Norwegia sudah menerapkan diversifikasi energy dengan memanfaatkan air dan gelombang lau. Di Amerika menggunakan biofuel, dan Perancis yang menggunakan energy nuklir. Hal tersebut tentu bisa menginspirasi Indonesia untuk menirunya, sebagai aplikasi nyatanya, beberapa daerah di Indonesia menggunakan energy alternative seperti biogas dan biodiesel, bahkan ada kota yang menjadi pusat pembuatan biogas, yaitu Ciwidey, Jawa Barat.

D.    Jenis Energi Alternatif
            Penggunaan bahan bakar minyak dan batu bara untuk listrik, kendaraan, maupun dalam operasional industri menyebabkan berkurangnya cadangan minyak bumi dan batu bara yang ada di negeri ini. Oleh karena itu kita harus mempersiapkan diri untuk berperan serta dalam penggunaan energi alternatif yang lebih ramah lingkungan serta tidak mengurangi aset kekayaan alam Indonesia. Berikut adalah beberapa pilihan dari Energi Alternatif yang telah digunakan dan dikembangkan oleh berbagai pihak didalam maupun di luar negeri (Tridinews, 2014):

1.          Tenaga Nuklir
            Proses reaksi nuklir terkontrol dapat diterapkan untuk memanfaatkan tenaga nuklir, tenaga nuklir adalah salah satu sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui. Proses yang pengunaan nuklir sebagai energi  dikenal sebagai fisi nuklir. Pembangkit listrik tenaga nuklir yang menggunakan bantuan dari reaktor nuklir, dapat menghasilkan air panas yang akan menghasilkan uap, lalu diubah menjadi kerja mekanik untuk menghasilkan listrik. Survei  pada tahun 2007 menunjukkan bahwa sekitar 14% dari pasokan listrik di seluruh dunia berasal dari tenaga nuklir.

2.          Energi Biomassa
            Materi biologis yang hidup dan mati disebut sebagai biomassa. Biomassa dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar untuk produksi industri. Tanaman, kulit pohon, serbuk kayu/gergaji, residu pertanian, serpihan kayu, dan kotoran hewan adalah beberapa contoh dari biomassa yang biasa digunakan. Biomassa berbeda dengan bahan bakar fosil. Bahan bakar fosil menggunakan deposit fosil seperti batubara yang terkubur di bawah tanah selama berabad-abad lamanya, sumber biomassa relatif murah dan ramah lingkungan.

3.          Gas Alam Terkompresi (Compressed Natural Gas)
            Gas alam terkompresi dibuat dengan melakukan kompresi pada gas alam (metana). Penggunaannya menghasilkan efek gas rumah kaca, tapi meskipun begitu Gas Alam terkompresi tetap merupakan pilihan yang lebih aman dan bersih dibandingkan dengan bahan bakar seperti bensin, solar, atau bahan bakar propana (LPG).

4.          Tenaga Panas Bumi
            Energi panas bumi tergolong murah, dapat diandalkan, dan juga ramah lingkungan. Pembangkit listrik tenaga panas bumi merupakan cara efisien untuk mengekstrak energi yang dapat diperbaharui dan telah disediakan oleh bumi. Penggunaan tenaga panas bumi sudah dilakukan dari zaman Romawi kuno, pada waktu itu energi tersebut telah populer untuk pemanas ruangan serta pemanas air untuk mandi.
Berkat perkembangan ilmu pengetahuan, sekarang tenaga panas bumi dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik, tanpa merusak lingkungan.

5.          Tenaga Air
            Pembangkit listrik tenaga air adalah salah satu energi alternatif yang paling populer. Gaya gravitasi yang membuat air mengalir/jatuh kebawah, sehingga air yang mengalir/jatuh dari ketinggian tertentu memiliki energi potensial dan bekerja secara kinetik, energi itu diubah menjadi energi mekanik untuk menghasilkan listrik. Tidak hanya ramah lingkungan, tapi pembuatan pembangkit listrik tenaga air juga tidak menghasilkan limbah langsung apapun.

6.          Tenaga Angin
Turbin angin yang dapat mengubah energi angin menjadi listrik, dengan menggunakan rotasi pisau turbin dan generator listrik. Biasanya dibangun banyak kincir angin besar untuk menghasilkan listrik di “peternakan angin”. Selain menghasilkan listrik, kincir angin juga dapat digunakan untuk melakukan pekerjaan fisik.

7.          Tenaga Surya atau Matahari
Tenaga Surya Matahari adalah salah satu sumber energi alternatif yang sangat populer, teknologi untuk memanfaatkan tenaga surya berkembang dengan sangat pesat. Tidak seperti jaman dulu, sekarang sel surya mudah dipindahkan dan lebih efisien. Tempat dimana terdapat sinar matahari yang terik bisa merubah sinar tersebut menjadi energi matahari dan dapat digunakan sebagai energi secara maksimal.

8.           Tenaga Gelombang Laut
Dengan mengambil energi dari gelombang di permukaan laut, pembangkit listrik tenaga gelombang laut menggunakannya untuk menghasilkan listrik dan melakukan pekerjaan fisik lain. Teknologi ini tidak banyak digunakan meskipun memiliki potensi yang sangat besar.
Hambatan utama penggunaan tenaga gelombang laut adalah dampak negatif yang dapat diterima oleh lingkungan laut. Dibuatnya pembangkit listrik tenaga gelombang laut pada suatu daerah dapat menganggu keseimbangan sosial-ekonomi daerah tersebut.

9.          Energi/Tenaga Pasang Surut Air Laut
Sama dengan tenaga gelombang laut, Energi/Tenaga Pasang Surut Air Laut juga belum banyak digunakan. Namun para ahli melihat potensi yang menjanjikan di masa depan. Salah satu alasannya adalah lebih mudah untuk diprediksi, tidak seperti energi matahari dan angin. Salah satu faktor utama yang menghalangi pemanfaatan teknologi ini adalah biaya yang tinggi.

·         Contoh Realisasi Penggunaan Energi Alternatif di Indonesia (Prasetyo, 2011):
                Kebutuhan energi, terutama listrik      yang    semkin meningkat dan ketersediaann bahan baku yang makin menipis serta permasalahan emisi gas rumah kaca merupakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat global. Upaya pencarian akan bahan bakar yang lebih ramah terhadap lingkungan dan dapat diperbaharui merupakan solusi dari permasalahan energi tersebut. Untuk itu indonesia yang memiliki potensi luas wilayah yang begitu besar, diharapkan untuk segera mengaplikasi bahan bakar nabati. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses anaerobik digestion dan memiliki prosepek sebagai energi         pengganti bahan bakar fosil yang keberadaaanya makin memprihatinkan.
            Biogas adalah gas produk akhir pencernaan atau degradasi anaerobik bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerobik dalam lingkungan bebas, termasuk diantaranya: kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Komponen terbesar (penyusun utama) biogas adalah metana (CH4, 54 80 %-vol) dan karbon dioksida (CO2, 20 45 %-vol). Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil kandungan metana semakin kecil nilai kalor. Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan memperlakukan beberapa parameter yaitu : Menghilangkan hidrogen sulphur, kandungan air dan karbon dioksida (CO2). Hidrogen sulphur mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi, bila biogas mengandung senyawa ini maka akan menyebabkan gas yang berbahaya sehingga konsentrasi yang di ijinkan maksimal 5 ppm. Bila gas dibakar maka hidrogen sulphur akan lebih berbahaya karena akan membentuk senyawa baru bersama-sama oksigen, yaitu sulphur dioksida /sulphur trioksida (SO2 / SO3). senyawa ini lebih beracun.
            Pada saat yang sama akan membentuk Sulphur acid (H2SO3) suatu senyawa yang lebih korosif. Parameter yang kedua adalah menghilangkan kandungan karbon dioksida yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas, sehingga gas dapat digunakan untuk bahan bakar kendaraan. Kandungan air dalam biogas akan menurunkan titik penyalaan biogas serta dapat menimbukan korosif.
            Gas metana diperoleh melalui dekomposisi yang berjalan tanpa kehadiran udara (anaerob). Tingkat keberhasilan pembuatan biogas sangat tergantung pada proses yang terjadi dalam dekomposisi tersebut. Salah satu kunci dalam proses dekomposisi secara anaerob pada pembuatan biogas adalah kehadiran mikroorganisme. Biogas dapat diperoleh dari bahan organik melalui proses “kerja sama” dari tiga kelompok mikroorganisme anaerob. Pertama, kelompok mikroorganisme yang dapat menghidrolisis polimer-polimer organik dan sejumlah lipid menjadi monosakarida, asam-asam lemak, asam-asam amino, dan senyawa kimia sejenisnya. Kedua, kelompok mikroorganisme yang mampu memfermentasi produk yang dihasilkan kelompok mikroorganisme pertama menjadi     asam-asam     organik sederhana       seperti       asam       asetat,       dikenal  sebagai mikroorganisme penghasil asam (acidogen).Ketiga, kelompok mikroorganisme yang mengubah hidrogen dan asam asetat hasil     pembentukan     acidogen     menjadi     gas     metan     dan karbondioksida dikenal dengan nama metanogen.
            Metanogen terdapat dalam kotoran sapi. Lambung (rumen) sapi merupakan tempat yang cocok bagi perkembangan metanogen. Gas metana alami dihasilkan di dalam lambung sapi tersebut. Proses pembuatan biogas tidak jauh berbeda dengan proses pembentukan gas metan dalam lambung sapi. Pada prinsipnya, pembuatan biogas adalah menciptakan gas metan melalui manipulasi lingkungan yang mendukung bagi proses perkembangan metanogen seperti yang terjadi dalam lambung sapi.

·         Perhitungan Peluang Pemanfaatan Biogas dalam Mengatasi Masalah Krisis Energi
            Hal ini bisa dihitung dengan adanya jumlah bahan baku biogas yang melimpah dan rasio antara energi biogas dan energi minyak bumi yang menjanjikan (8900 kkal/m3 gas methan  mmurni). Hal yang pertama harus diperhitungkan dalam menghitung jumlah energi yang dihasilkan adalah berapa banyak jumlah bahan baku yang dihasilkan. Jumlah bahan baku gas ini didapatkan dengan menjumlahkan jumlah feses dan sampah organik yang dihasilkan setiap hari. Jumlah bahan baku ini akan menentukan berapa jumlah energi dan volume alat pembentuk biogas. Sebagai pertimbangan, telah diketahui di China dan India, dalam 1 hari jumlah feses yang dihasilkan 1 ekor sapi adalah 5 kg [7] dan 80 kilogram kotoran sapi yang dicampur 80 liter air dan potongan limbah lainnya dapat menghasilkan 1 meter kubik biogas [1]. Jika diasumsikan bahwa jumlah feses manusia yang dihasilkan sebanyak 0.5 kg/hari/orang, 1 keluarga terdiri dari 5 orang, dan setiap keluarga memelihara 1 ekor sapi, serta 1 desa terdiri dari 40 orang, maka akan didapatkan hasil perhitungan jumlah feses yang dihasilkan sebanyak 140 kg feses/ hari. Dengan jumlah ini, maka biogas yang dihasilkan setiap hari sebanyak 1,75 m3/hari atau sebesar 15.575kkal/hari. Hal  ini akan semakimengejutkan dengan  adanya perhitungan bahwa jumlah penduduk indonesia berdasarkan data statistik pada tahun 2000 sebanyak lebih dari 200 juta jiwa [9]. Dengan hanya mengandalkan asumsi perhitungan jumlah kotoran manusia tanpa memperhitungan sampah organik dan feses hewan ternak, akan didapatkan hasil feses sebanyak 100 juta kg feses/hari atau 1,25 juta m3/hari atau 11.125 juta kkal/hari. Apabila dengan asumsi konversi 1 J = 4.2 kal maka akan didapatkan hasil total energi yang dihasilkan hanya dari jumlah penduduk adalah sebesar 30.66 MW.
            Harga bahan bakar minyak yang makin meningkat dan ketersediaannya yang makin menipis serta permasalahan emisi gas rumah kaca merupakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat global. Upaya pencarian akan bahan bakar yang lebih ramah terhadap lingkungan dan dapat diperbaharui merupakan solusi dari permasalahan energi tersebut. Untuk itu indonesia yang memiliki potensi luas wilayah yang begitu besar, diharapkan untuk segera mengaplikasi bahan bakar nabati. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses anaerobik digestion dan memiliki prospek sebagai energi pengganti bahan bakar fosil yang keberadaaanya makin diminati karena:
1.      biogas merupakan energi tanpa menggunakan material yang masih memiliki manfaat termasuk biomassa sehingga biogas tidak merusak keseimbangan karbondioksida yang diakibatkan oleh penggundulan hutan (deforestation) dan perusakan tanah. Energi     biogas     dapat     berfungsi     sebagai     energi pengganti bahan bakar fosil sehingga akan menurunkan gas     rumah     kaca      di     atmosfer dan     emisi     lainnya.
2.      Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang keberadaannya duatmosfer akan meningkatkan temperatur, dengan menggunakan biogas sebagai bahan bakar maka akan mengurangi gas metana di udara.
3.      Limbah berupa sampah kotoran hewan dan manusia merupakan material yang tidak bermanfaaat, bahkan bisa menngakibatkan racun yang sangat berbahaya. Aplikasi anaerobik digestion akan meminimalkan efek tersebut dan meningkatkan nilai manfaat dari limbah.
4.      Selain keuntungan energy yang didapat dari proses anaerobik digestion dengan menghasilkan gas bio, produk samping seperti sludge. Meterial ini diperoleh dari sisa proses anaerobik digestion yang berupa padat dan cair. Masing-masing dapat digunakan sebagai pupuk berupa pupukcair dan pupuk padat.

E.     Strategi Komunikasi Pembangunan Energi
            Untuk mengatasi permasalahan energi di Indonesia memang bukan hal yang mudah, hal ini disebabkan banyak hambatan yang menghadang dalam berbagai upaya perwujudannya, diantaranya adanya ketidakkonsistenan pemerintah pada masalah ini. pembangunan minyak-minyak dalam negeri masih sangat lamban dilakukan oleh pemerintah, sehingga infrastruktur bidang energy yang lemah ini menyebabkan makin meningkatnya impor minyak di Indonesia. infrastruktur penyaluran BBM pun juga masih banyak yang memprihatinkan, sehingga penyaluran BBM menjadi boros. Solusi yang paling tepat memang harus berawal dari pemerintah, dengan lebih serius memperhatikan masalah pembangunan infrastruktur yang mendukung kemandirian energi yang diturunkan dalam RUU APBN. (amindoni@mediaindonesia.com, dalam Nuryanti, 2013). Tidak hanya berbicara soal energy listrik, energy yang tidak dapat diperbarui seperti batu bara dan minyak bumi serta gas alam juga perlu diperhatikan keadaannya karena semua bahan tersebut menjadi bahan yang esensial dalam kehidupan manusia.
            Menyoal tentang kelangkaan energi, upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengajak masyarakat menyadari situasi yang terjadi sebenarnya sudah banyak dilakukan, misalnya dibuatnya kampanye hemat energi yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Dari Dirjen Kementerian ESDM sendiri menyebutkan mereka memiliki enam langkah atau upaya untuk mencapai kemandirian energi. Keenam upaya itu adalah meningkatkan eksplorasi dan produksi migas unconventional, mendorong harga minyak bumi ke arah ekonomian, konservasi dan pengolaha migas berdasarkan prinsip berkelanjutan, dan menginvestasikan wilayah kerja migas baru. Langkah menuju kemandirian ini menjadi tekad kementerian ESDM yang harus dibuktikan kepada masyarakat (Nuryanti, 2013).
            Semua hal tersebut tentu dapat direalisasikan secara menyeluruh yang tentu membutuhkan keterlibatan banyak pihak dengan mengupayakan proses komunikasi secara efektif dan efisien. Lagi-lagi hal ini membuktikan bahwa proses komunikasi sangatlah penting dalam berbagai aspek hubungan pembangunan masyarakat. Dengan begitu, tentu diperlukan adanya suatu strategi komunikasi yang tepat akurat. Dalam hal ini tentu, pemerintah lah faktor yang mampu memegang kendali. Diperlukan pembuktian kredibilitas dalam prosesnya demi menarik kepercayaan masyarakat akan berbagai rencana yang sudah disiapkan oleh pemerintah. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, pemerintah sebenarnya sudah melakukan berbagai upaya, hanya saja masih kurang konsisten. Maka dari itu, disinilah pentingnya sebuah komunikasi yang efektif dan efisien dalam proses pelaksanaan strategi komunikasi yang akan diterapkan.
            Dari buku panduan kementerian ekonomi Jerman, Oepen dijelaskan bahwa ada sepuluh langkah strategi komunikasi dalam pembangunan, yang dapat  diuraikan menjadi strategi komunikasi dalam membangun kemandirian energi, diantaranya adalah:

1.      Analisa Program/Masalah
            Media yang dikembangkan seharusnya merupakan bagian terpadu dari suatu program yang lebih besar, karena media adalah alat bantu dalam komunikasi program. Kegiatan awal yang harus dilakukan sebelum sampai kepada pengembangan media adalah menganalisa konteks program. Dalam tahap ini, isu-isu dan masalah-masalah yang ingin dipecahkan oleh program, dipelajari dengan seksama. Media-media yang akan dikembangkan nantinya, seharusnya merupakan alat bantu bagi sebagian dari permasalahan yang akan dipecahkan.

2.      Analisa Situasi
            Media-media yang dikembangkan, tidak dapat berlaku umum untuk semua tempat, semua orang, dan setiap waktu. Program biasanya memiliki wilayah layanan tertentu sebagai fokus utama program, dalam memecahkan permasalahan. Karenanya media-media yang akan dikembangkan, haruslah ditujukan kepada wilayah layanan program ini. Agar media-media ini dapat tepat guna dan diterima oleh kelompok sasaran yang dilayani oleh program, maka media-media haruslah dikembangkan sesuai karakteristik wilayah layanan program. Analisa situasi diperlukan untuk memperoleh data-data mengenai wilayah program, sehubungan dengan kebutuhan kegiatan komunikasi.
3.      Analisa Khalayak
            Tujuan program untuk memecahkan masalah tertentu pada wilayah tertentu, haruslah memperhatikan karakteristik kelompok sasaran. Komunikasi yang dilakukan oleh program bertujuan untuk mempersempit atau bahkan meniadakan kesenjangan-kesenjangan informasi, pengetahuan, sikap atau pun perilaku. Data-data mengenai kondisi awal kelompok sasaran dalam hal kesenjangan informasi, pengetahuan, sikap dan perilaku merupakan modal awal dalam menentukan tujuan komunikasi. Tanpa data-data ini, program tidak pernah tahu seberapa besar perubahan yang terjadi nantinya.

4.      Tujuan Komunikasi
            Permasalahan-permasalahan mendasar yang ada pada kelompok sasaran, biasanya merupakan kepedulian utama dari program. Karenanya kegiatan-kegiatan komunikasi dalam suatu program, diarahkan untuk mencapai suatu perubahan dari kondisi awal. Demi efisiensi dan efektivitas, tujuan komunikasi harus dirumuskan dengan jelas. Program harus memiliki tujuan komunikasi yang dapat dicapai, dimana hasilnya dapat diamati dan diukur. Tujuan komunikasi inilah yang kemudian akan menjadi modal awal dalam kegiatan pengembangan media.

5.      Strategi Komunikasi
            Tujuan komunikasi yang telah ditentukan oleh program, biasanya masih terlalu besar untuk dapat dituangkan ke dalam media. Suatu program dapat memiliki beberapa tujuan komunikasi. Sedangkan suatu tujuan komunikasi belum tentu dapat dituangkan ke dalam satu media saja. Seringkali, untuk mencapai suatu tujuan komunikasi diperlukan beberapa media yang saling melengkapi dan saling menguatkan. Karenanya program harus memikirkan strategi komunikasi yang akan digunakan dalam mencapai tujuan komunikasi.

6.      Perencanaan Kegiatan Pengembangan Media
            Program memiliki kepentingan atas terpenuhinya jadwal penyelesaian pekerjaan, karena tujuan yang ingin dicapai oleh program juga memiliki target waktu. Dengan adanya strategi komunikasi, pelaksana program akan dengan mudah melakukan perencanaan kegiatan pengembangan media. Apabila media-media komunikasi dibutuhkan pada saat yang bersamaan atau pun berdekatan, program harus yakin bahwa kegiatan pengembangan media dapat selesai pada saat yang telah dijadwalkan.

7.      Produksi Dan Ujicoba Media
            Pengembangan Media sebagai kegiatan teknis, harus dilakukan berdasarkan kepada acuan-acuan yang telah dikembangkan sebelumnya. Dalam tahap ini, semua hasil kegiatan pada tahap sebelumnya, dibutuhkan untuk pengembangan media.
Produksi dan Ujicoba Media adalah tahapan dimana suatu media dikembangkan mulai dari pengembangan pesan-pesan utama, pengembangan naskah, pengembangan visualisasi, penataan letak, ujicoba pencetakan dan penggandaan media dilakukan di dalamnya.

8.      Penggunaan Media
            Media yang telah selesai dikembangkan, akan sia-sia jika tidak digunakan sesuai dengan tujuan pengembangannya dan strategi komunikasi yang telah dikembangkan. Program harus dapat menjamin bahwa media yang telah dikembangkan digunakan sebagai peruntukannya, apabila menginginkan tercapainya tujuan komunikasi. Pengguna media biasanya bukanlah orang-orang yang mengembangkan media. Karenanya, program perlu mengembangkan suatu panduan penggunaan media untuk menjamin berjalannya strategi komunikasi dan terjadinya komunikasi dengan menggunakan media itu sendiri.

9.      Monitoring Dan Sistem Pengelolaan Informasi
            Kegiatan-kegiatan komunikasi yang dilakukan sesuai strategi komunikasi yang dikembangkan, belum tentu dapat mencapai tujuan komunikasi yang telah ditetapkan. Sedetil apapun dan secermat apapun perencanaan yang dikembangkan, selalu saja diperlukan adanya penyesuaian-penyesuaian. Untuk dapat menjamin tercapainya tujuan komunikasi, Program harus melakukan pemantauan atas kegiatan-kegiatan komunikasi yang dilakukan sambil terus mengamati perubahan-perubahan yang terjadi. Adanya perubahan situasi, dapat saja mempengaruhi efektivitas dan efisiensi kegiatan komunikasi. Tanpa adanya mekanisme pemantauan dan pengelolaan informasi, Program akan mengalami kesulitan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam waktu singkat. Program dituntut untuk dapat mengembangkan mekanisme pengelolaan informasi dan mekanisme pemantauan, agar penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di lapangan dapat diketahui sesegera mungkin untuk dapat dilakukan pengambilan keputusan penyesuaian.

10.  Evaluasi Dan Analisa Masalah
            Evaluasi merupakan kegiatan pengukuran secara sistematis yang dilakukan oleh Program, untuk menilai sejauhmana keberhasilan program dalam mencapai tujuannya. Evaluasi secara keseluruhan juga akan mencakup evaluasi terhadap kajian di bidang kegiatan komunikasi. Dalam hal ini, biasanya pertanyaan-pertanyaan evaluasi diarahkan untuk mengetahui apakah kelompok sasaran/khalayak telah terjangkau oleh program; apakah terdapat perubahan pada kelompok sasaran/khalayak (pengetahuan, sikap atau pun perilaku); sejauhmana perubahan terjadi; mengapa terjadi atau tidak terjadi perubahan dan sebagainya.
            Secara alami, program tidak akan mungkin memecahkan semua masalah yang ada pada suatu kelompok sasaran di suatu wilayah dalam satu waktu. Permasalahan yang belum terpecahkan akan dikaji ulang dan dicoba dicarikan jalan keluarnya. Jika permasalahan berhasil dipecahkan, akan muncul permasalahan lainnya yang menjadi penting untuk dipecahkan. Program akan bergerak maju, untuk memecahkan masalah-masalah berikutnya. Pada tahap ini, kegiatan evaluasi sebenarnya merupakan bagian dari kegiatan Analisa Program / Masalah (tahap pertama) untuk program berikutnya.
            Strategi komunikasi diatas secara umum dapat disepakati menjadi strategi yang komprehensif. Jika pemerintah Indonesia selaku pemangku kebijakan mampu dan mau menerapkan langkah-langkah tersebut maka kemandirian energi bukan hanya wacana, tetapi juga menjadi proyek besar bangsa ini yang mampu melibatkan banyak pihak terkait dan dengan adanya penggunaan strategi tersebut secara tepat, hasil terbaik bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia akan permasalahan energi dapat diselesaikan secara optimal (Nuryanti, 2013).

F.     Kesimpulan

            Dapat disimpulkan bahwa penggunaan energi di dunia ini akan semakin tidak terkendali apabila masyarakatnya juga tidak mampu mengendalikan dengan tepat. Akibatnya bisa menjadikan persediaan bahan bakar yang ada semakin menipis dan tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat secara keselutuhan. Oleh karena hal tersebut, diperlukan adanya upaya bersama dari berbagai pihak untuk menanggulanginya. Dan dalam proses pembentukan upaya tersebut jelas dibutuhkan suatu proses komunikasi yang efektif dan efisien agar tercipta keseragaman makna.                      
            Proses komunikasi untuk membangun kemandirian energi dapat dilakukan dengan 10 langkah yang sudah dijabarkan sebelumnya. Apabila hal tersebut diterapkan dengan benar maka tidak akan terjadi kesalahpahaman diantara masyarakat dan mampu mewujudkah kehidupan yang lebih baik. Berbagai cara untuk menciptakan energi alternative juga sudah banyak diterapkan, tinggal bagaimana masyarakatnya mempergunakannya. Jadi pada dasarnya komunikasi lingkungan memanglah penting, dan kualitas lingkungan ditentukan langsung dari masyarakatnya itu sendiri.


DAFTAR PUSTAKA:

Badri, Muhammad. 2011. Urgensi Komunikasi Lingkungan. Tersedia dalam:             http://ruangdosen.wordpress.com/2011/06/15/urgensi-komunikasi-lingkungan/ diakses       pada 15 Oktober 2014

Citra, Ade Novanda. 2013. 10 Langkah Strategi Komunikasi. Tersedia dalam:             http://queenovanda.wordpress.com/category/mata-kuliah-komunikasi/ diakses pada 19       Oktober 2014.

Herutomo, Christoporus. 2013. Komunikasi Lingkungan dalam Mengembangkan Hutan    Berkelanjutan. Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP, Universitas Jenderal Soedirman. Acta       Diurna Volume 9, No. 2.

Nuryanti. 2013. Strategi Komunikasi Membangun Kemandirian Energi. Jurusan Ilmu        Komunikasi FISIP, Universitas Jenderal Soedirman. Acta            Diurna Volume 9, No. 2.

Prasetyo, Septian Dhani. 2011. Biogas Sebagai Energi Alternatif Terbarukan. Jurusan Teknik        Elektro Polines

Rahayu, Sugi dkk. 2009. Pemanfaatan Kotoran Ternak Sapi Sebagai Sumber Energi Alternatif     Ramah Lingkungan Beserta Aspek Sosiokulturalnya. FISE Universitas Negeri         Yogyakarta

Sarjana, Jendela. 2013. 9 Contoh Sumber Energi Alternatif. Tersedia dalam:             http://www.jendelasarjana.com/2013/09/9-contoh-sumber-energi-alternatif.html diakses     pada 20 Oktober 2014





Read More