Minggu, November 09, 2014

Komunikasi Massa 'Kotroversi, Teori, dan Aplikasi'

REVIEW BUKU “ KOMUNIKASI MASSA ‘KONTROVERSI, TEORI, dan APLIKASI’ “

Penulis: Deddy Mulyana, M.A. Ph.D
CHAPTER 2: MEDIA CETAK

Peran Ideal Pers dalam Era Transisi Demokrasi di Indonesia

Bila berbicara tentang peran atau fungsi pers yang sering dipandang sebagai bagian dari struktur yang terbentuk dalam prroses sebelumnya dan akan terus berproses lazimnya secara evolusioner. Oleh karena itu bila mengkaji bagaimana peran pers dalam masa transisi, juga perlu membicarakan peran pers pada masa Orde Baru, karena peran pers kita tidak muncul dari akum sosial.

Pers saat ini belum mengalami kemajuan yang berarti atau malah justru disebut mengalami kemunduran. Masa transisi dirasa justru sebagian pers menderita semacam krisis identitas atau gegar budaya. Mereka belum memiliki pondasi kokoh untuk berpijak. Bahkan kini semakin banyak pers yang muncul yang akhirnya keblabasan dalam menyajikan pemberitaan.

Baik disadari atau tidak peran dan fungsi pers saat ini masih berada dalam baying-bayang orde baru, karena kebanyakan pers memang dibangun dan dikembangkan dalam masa orde baru dibawah kepemimpinan nasional yang otoriter. Banyak dari pers kini yang masih sulit membebaskan diri dari jerat Orde Baru. Maka peran yang paling menguntungkan adalah memberikan sajian sebebas mungkin.

Pada masa Orde Baru pers disetir oleh pemerintah. Pers saat itu dimanfaatkan oleh penguasa untuk mengembangkan dan mengendalikan konflik sosial. Pers berperan pentingd dalam pembentukan, mobilisasi, dan pemeliharaan konflik antarkelompok. Peliputan atas isu, peristiwa atau pelaku konflik mencerminkan distribusi kekuasaan dalam sistem sosial, khususnya kepentingan kelompok dominan dalam sistem sosial tersebut. kelompok penguasa dapat menggunakan pers untuk memperoleh perhatian, simpati, dan kesetiaan dari masyarakat dan menciptakan serta memperkuat kredibilitas sendiri dna menjatuhkan kredibilitas lawan.
Bagaimana Seharusnya Pers Kita Berperan Saat Ini?

Kini sebagian pers telah melakukan ‘pertobatan’. Mereka tidak serta merta mengiyakan begitu saja apa yang dikatakan pemerintah bila hal tersebut memang bertentangan dengan kenyataan atau hati nurani. bahkan pers berani meberikan julukan-julukan balik terhadap pemerintah atau elite penguasa atau kebijakan mereka yang masih saja menggunakan pendekatan kekuasaan poitik ala Orde Baru.

Sesungguhnya pers punya tugas besar dan mulia, yakni mengembangkan wacana yang sehat demi kepentingan rakyat banyak. Melalui penyajiannya, pers seharusnya lebih berempati terhadap pihak-pihak yang dirugikan dan menderita. Pada gilirannya wacana yang sehat dapat dikembangkan untuk mencari solusi atas persoalan yang ada. Sayangnya, pers justru menampilkan banyak kecenderungan negative. Pers kita selama bertaun-taun cenderung berpihak pada kelompok tertentu, memanaskan situasi yang ada, seraya menonjolkan unsur kekerasan dari konflik tersebut dalam pemberitaan. Seharusnya pers melaporkan  peristiwa dengan misi membantu menyelesaikan konflik antarkelompok tersebut, misalnya dengan menampilkan narasumber berimbang, bukan justru melaporkan segi menarik dan dramatic hanya untuk meningkatkan pasar.
Pers juga sebaiknya lebih berhati-hati dalam melaporkan konflik etnik dan agama yang terjadi di Indonesia. Mereka jangan terjebak pada fakta-fakta keras dan kasar. Mereka juga harus berhati-hati untuk memberikan julukan kepada pihak-pihak lain termasuk yang mereka tidak sukai. Jadi, Pers hendaknya mawas diri, menggunakan kebebasan yang diperolehnya berdasarkan hati nurani dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Peran Pers Lokal dalam Kehidupan Masyarakat Multibudaya.
Pers lokal didefinisikan sebagai pers yang dibangun oleh dan untuk orang-orang lokal. Lokal disini dapat berarti satu kota, kabupaten, provinsi, atau wilayah yang dihuni atau suatu kelompok suku, dalam suatu wilayah geografis yang besar. Namun terkait dengan kebudayaan, banyak masyarakat kita yang masih memandang budaya secara objektif yang mengisyaratkan bahwa budaya adalah suatu entitas yang cenderung statis yan terutama berbentuk aspek-aspe yang  dapat dilihat dan diraba seperti artefak, kerajinan tangan, tarian, dsb.


Hanya bila kita termasuk orang-orang yang mengelola pers, kita harus mengubah pandangan kita terhdap budaya, dari pandangan objektif ke pandangan interpretif yang menngisyaratkan bahwa budaya itu dinamis. Dengan begitu, pers akan memiliki peran optimal dalam kehidupan masyarakat yang multibudaya dewasa ini dan terutama pada masa dating. Pandangan ini tidak menuntut bahwa kita harus menjungkirbalikan budaya lokal yang sudah ada dan menggantinya dengan nilai-nilai budaya baru. Akan tetapi, kita harus lebih kritis untuk menilai budaya sendiri dan budaya lain. kita harus mampu memelihara nilai-nilai budaya lokal positif yang sesuai dengan agama kita da bagaiamana pula kita mampu menyaring nilai-nilai budaya asing. Para pengelola pers lokal harus turut bertanggung jawab membangun jati diri masyarakat lokal. Lewat publikasi dan kerjasama dengan berbagai komponen masyarakat, pers lokal dapat mensosialisasikan nilai-nilai budaya yang ingin dibangun.

0 komentar:

Posting Komentar